Kamis, 08 November 2012

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam Ketika Kehilangan Cucunya

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam Ketika Kehilangan Cucunya

Usamah bin Zaid radliyallahu ‘anhu meriwayatkan kepada kami, dia berkata: “Salah seorang putri Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh seseorang memanggil beliau dan mengatakan; Anakku sedang sekarat, maka datanglah kesini, maka Nabi menyuruh kembali utusan itu dan mengirim salam kepada putrinya, ”dan berkata kepada utusan itu ”Kembalilah kepada putriku dan beritahukanlah dia, bahwa milik Allah apa yang dia ambil dan milik Allah apa yang Dia beri, dan setiap sesuatu disisi-Nya ada waktu yang ditentukan dan suruhlah ia bersabar dan mawas diri”
            Utusan itu datang kembali menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Dia bersumpah agar engkau datang kepadanya,” Maka bangkitlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diikuti oleh Sa’ad bin Mu’adz, Mu’adz bin Jabal, Ubay bin ka’ab, dan Zaid bin Tsabit, dan beberapa orang lainnya. Ketika rombongan itu sampai, diperlijhatkanlah anak yang sedang meregang nyawa itu kepada mereka. Nafasnya terengah-engah karena ruhnya akan keluar bagaikan geribah yang lusuh berlinanglah air mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Sa’ad bin Mu’adz berkata: “Apa ini wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”.
            Beliau bersabda: “Ini adalah rahmat (kasih sayang) yang Allah letakkan di dalam hati hamba-hambanya, dan sesungguhnya Allah hanya menyayangi hamba-hambanya yang welas asih”. (Sahih, Muttafaqun ‘Alaih)
            Albaladzri berkata dalam kitab Al-Ansab: “Sesungguhnya ‘Abdullah bin ‘Usman bin ‘Affan adalah anak ‘Usman dari Ruqoyyah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,” ketika anak itu wafat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meletakkan di pangkuannya dan bersabda: “Sesungguhnya Allah hanya menyayangi hambanya yang welas asih”. Kalau kita memperhatikan peristiwa yang menyedihkan dalam kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat kematian cucunya ini, maka kita mendapati hal sebagai berikut:
            “Sesungguhnya milik Allah semua yang Dia ambil dan Dia berikan”. Pengambilan lebih dulu disebutkan dari pemberian walaupun dalam kenyataannya lebih dahulu pemberian dari pengambilan, sebagaimana yang umumnya terjadi, maknanya: bahwasanya yang Allah ingin ambil adalah yang Allah berikan kepada orang itu, maka jika Allah mengambil, maka yang Dia ambil merupakan miliknya, maka tidaklah pantas ditakuti, karena orang yang dititipi amanah tidak boleh menahan dan takut jika diambil amanah itu darinya, dan setiap pengambilan dan pemberian ditentukan masanya. Oleh karenanya bagi siapa saja yang tertimpa musibah hendaknya dia bersabar.
            “Al-ihtisaab” atau mawas diri adalah meniatkan sabarnya untuk mendapat pahala dan ganjaran yang lebih baik dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala, agar Allah memasukkan baginya dalam catatan amal-amalnya yang baik, akan tetapi putrinya memaksa Nabi untuk melihat cucunya itu dan meyakinkannya bahkan sampai bersumpah karena anaknya mengharapkan keberkahan do’a beliau dan kehadirannya sehingga Allah membuktikan sangka baik putrinya itu.
            Ketika Nabi masuk, bayi itu dibawakan kepada beliau, sedangkan bayi itu nafasnya tersengal-sengal seperti geribah (tempat air dari kulit), “al-qa’qa’ah” adalah gambaran bunyi sesuatu yang kering. Apabila digerakkan, sedangkan syann adalah geribah yang telah kering dan lusuh. Maka diumpamakan disini nafas dengan hembusan kulit, sehingga lebih terasa dalam menggambarkan keadaan yang sangat lemah, dan ini lebih membekas dalam memberikan perumpamaan.
            Disinilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menagis dan mengucurkan air mata ketika beliau menyaksikan pemandangan cucunya yang kecil itu sedang meregang nyawa dengan perlahan, maka beliau bersabda: “Ini air mata merupakan rahmat dari Allah”, masudnya: “Bahwa orang yang mencucurkan air mata karena haru tanpa kesengajaannya dan bukan pula karena ketidakrelaan, tidak akan menjadi dosa baginya, hanyalah yang dilarang itu adalah keluh kesah dan tidak adanya kesabaran”.
            Dari peristiwa ini kita dapat belajar bagaimana berlaku lembut kepada makhluk-makhluk Allah dan menyayangi mereka, dan ancaman bagi mereka yang keras hatinya dan kering matanya karena tidak menangis, dan membiasakan mendatangi orang-orang yang sedang mendekati ajal walaupun hanya seorang anak ecil atau bayi.
            Dari keindahan pribadi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau mengajarkan kepada kita nahwa anak-anak kita adalah milik Allah, maka karunianya merupakan milikny dan yang diambil merupakan milikny juga, maka milik Allah jua segala yang diambil dan apa saja yang Dia berikan. Allah mengerjakan apa saja yang Dia kehendaki dengan kebijaksanaan-Nya dan menghukum yang Dia kehendaki dengan Keperkasaan-nya dan Kemulyaan-Nya.
            Ruqayyah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan petunujuk kepada kita tentang biolehnya mendatangkan orang-orang yang mempunyai keutamaan ketika seseorang sedang dalam sekarat untuk mengharapkan do’anya, dan kesabaran Ruqayyah atas kehilangan anak bayinya demi mengharapkan pahala dan ganjaran di sisi Allah subhaanahu wa Ta’ala dan senantiasa tabah dalam menghadapinya.
            Ruqayyah tetap menjalankan kewajibannya terhadap Tuhannya sehingga terkena penyakit cacar, dan pada saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak pergi menuju medan Badar, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Usman suaminya untuk menjaga Ruqayyah dan menungguinya. Ruqayyah selalu berdo’a kepada Allah agar mewafatkan dirinya pada bulan Ramadlan, sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu sudah berada di Badar.
Barangkali ada yang merasa heran, bahwa kesedihan berlanjut menimpa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Nabi yang terakhir sedangkan beliau tetap bersabar, musibah susul menyusul menimpa rumah kenabian, Ruqayyah ketika meninggal dunia masih muda sekali, ketika itu dia baru berumur dua puluh tahun, padahal belum lama berlalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kehilangan kakaknya Ruqayyah yaitu Zainab. Sungguh ini merupakan musibah yang berat, akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan tauladan yang baik dan memberikan contoh dalam kesabaran dan pengharapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

peluang usaha
peluang usaha